PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang
dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
PROPOSISI
adalah “pernyataan dalam bentuk kalimat yang
memiliki arti penuh, serta mempunyai nilai benar atau salah, dan tidak boleh
kedua-duanya”.
Maksud kedua-duanya ini adalah dalam suatu kalimat
proposisi standar tidak boleh mengandung 2 pernyataan benar dan salah
sekaligus.
Rumus ketentuannya :
Q +
S + K
+ P
Keterangan :
Q : Pembilang / Jumlah
(ex: sebuah, sesuatu, beberapa, semua,
sebagian, salah satu, bilangan satu s.d. tak terhingga)
Q boleh tidak ditulis, jika S (subjek)
merupakan nama dan subjek yang pembilang nya sudah jelas berapa jumlahnya :
a. Nama (Pram, Endah, Ken, Missell, dll)
b. Singkatan (PBB, IMF, NATO, RCTI, ITC, NASA,
dll)
c. Institusi (DPRD, Presiden RI, Menteri Keuangan
RI, Trans TV, Bank Mega, Alfamart, Sampurna, Garuda Airways, dll)
S : Subjek adalah sebuah kata atau rangkaian
beberapa kata untuk diterangkan atau kalimat yang dapat berdiri sendiri (tidak
menggantung).
K : Kopula, ada 5 macam : Adalah, ialah, yaitu,
itu, merupakan.
P : Kata benda (tidak boleh kata sifat, kata
keterangan, kata kerja).
Contoh :
1. Gedung MPR terletak 500 meter dari jembatan
Semanggi.
Jawaban :
1. Cari P (kata bendanya dulu) : Gedung MPR
atau Jembatan Semanggi,
2. Pasang K (kopula) yang cocok : adalah
3. Bentuk S (subjek) yang relevan : (lihat
contoh)
4. Cari bentuk Q – nya yang sesuai.
Benar :
Sebuah + gedung yang terletak 500 meter dari
jembatan Semanggi + adalah + gedung MPR.
Salah
500 meter + dari jembatan Semanggi + adalah +
gedung MPR.
Interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian
interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan
(ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi,
tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa
interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang
tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis),
kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
Interferensi, menurut Nababan (1984),
merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan
ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan
itu, Chaer dan Agustina (1995: 168) mengemukakan bahwa interferensi adalah
peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.
Untuk memantapkan pemahaman mengenai
pengertian interferensi, berikut ini akan diketengahkan pokok-pokok pikiran
para ahli dibidang sisiolinguistik yang telah mendefinisikan peristiwa ini.
Menurut pendapat Chaer (1998:159) interferensi
pertama kali digunakan oleh Weinrich untuk menyebut adanya perubahan sistem
suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan
unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.
Interferensi mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa
dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan klausa dari bahasa lain
dalam suatu kalimat bahasa lain juga dapat dianggap sebagai peristiwa
interferensi. Sedangkan, menurut Hartman dan Stonk dalam Chair (1998:160)
interferensi terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran
bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua.
Interferensi dalam bentuk kalimat
Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi.
Hal ini memang perlu dihindari karena pola struktur merupakan ciri utama
kemandirian sesuatu bahasa. Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri
di kampung itu, atau Makanan itu telah dimakan oleh saya, atau Hal itu saya
telah katakan kepadamu kemarin. Bentuk tersebut merupakan bentuk interferensi
karena sebenarnya ada padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih gramatikal
yaitu: Rumah ayah Ali yang besar di kampung ini, Makanan itu telah saya makan,
dan Hal itu telah saya katakan kepadamu kemarin.Terjadinya penyimpangan
tersebut disebabkan karena ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya:
Omahe bapake Ali sing gedhe dhewe ing kampung iku, dan seterusnya
Interferensi
Semantik
Berdasarkan bahasa resipien (penyerap)
interferensi semantis dapat dibedakan menjadi, Jika interferensi terjadi
karena bahasa resipien menyerap konsep kultural beserta namanya dari bahasa
lain, yang disebut sebagai perluasan (ekspansif). Contohnya kata demokrasi,
politik, revolusi yang berasal dari bahasa Yunani-Latin.
Yang perlu mendapat perhatian, interferensi
harus dibedakan dengan alih kode dan campur kode. Alih kode menurut Chaer dan
Agustina (1995:158) adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh
seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu, dan dilakukan dengan
sengaja. Sementara itu, campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih
dengan saling memasukkan unsur bahasa
yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan
topik dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa
atau lebih secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang
mengenal lebih dari satu bahasa.
Penyebab terjadinya interferensi adalah
kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dipengaruhi oleh
bahasa lain (Chaer,1995:158). Biasanya interferensi terjadi dalam penggunaan
bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah bahasa pertama atau bahasa ibu
Jenis
Interferensi
Interferensi merupakan gejala umum dalam
sisiolinguistik yang terjadi sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu
penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Hal
ini merupakan suatu masalah yang menarik perhatian para ahli bahasa. Mereka
memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda beda. Dari pengamatan
para ahli tersebut timbul bermacam-macam interferensi.
Secara umum, Ardiana (1940:14) membagi
interferensi menjadi lima macam, yaitu
(1)
Interferensi kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh
dwibahasawan. Dalam tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur asing
sebagai akibat usaha penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman baru.
(2)
Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan
kata yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa.
(3)
Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata
pinjaman atau integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan interferensi
belum dapat diterima sebagai bagian bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal
bahasa pertama atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.
(4)
Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan
artikulasi.
(5)
Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis
dan sintaksis.
Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika
matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa
matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan
sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara
terasa hangat”.
“Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya jika udara terasa
hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk
menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa
matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara
terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari
bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa
hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat
menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
Wujud
Evidensi
Evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua
kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan
suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung
dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang
paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan
data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber
tertentu
Cara
menguji data
Data dan informasi yang digunakan dalam
penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan
untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
Cara
menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi
yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian
tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan
bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus
mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat
digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1. Konsistensi
2. Koherensi
Sumber :
http://achprim.blogspot.com/2012/03/pengertian-penalaran-dan-macam-macam.html
http://andriksupriadi.wordpress.com/2010/04/01/pengertian-proposisi/
http://nabella2326.blogspot.com/2012/03/wujud-evidensi.html
http://iinnapisa.blogspot.com/2011/10/cara-menguji-data-fakta-dan-autoritas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar